MENDIDIK KELUARGA UNTUK MEMBINA KELUARGA SAKINAH
PEMBAHASAN
A. Mengelola Konflik Keluarga
Menjadi Daya Rekat
Hubungan sosial dan
dinamika keluarga merupakan suatu keniscayaan fitrah bagi umat manusia.
Hubungan dan dinamika ini tidak terlepas dari susana harmoni maupun disharmoni
yang semuanya itu bertolak dari pengelolaan konflik dan sumber-sumbernya secara
baik sehingga apapun adayang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan
menjadi sebuah potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya.[1]
Seni pergaulan
inilah sebenarnya substansi ajaran Nabi bahwa berjamaah, berkumpul, bersatu dan
bermasyarakatitu dengan di landasi kesabaran dalam arti luaslebih disukai dari
pada kepribadian kuper yang isolatif apalagi anti sosial. Seni pergaulan untuk
mengatasi berbagai perbedaan, perselisihan, kontradiksi, pluralitas,
heterogenitas, dan berbagai variabel ketegangan hubungan membutuhkan menejemen
konflik yang baikbagaikan sebuah sajianorkestra yang membutuhkan gerakan dan
permainan bunyi yang harmonis dari berbagai instrumen yang kontradiktif
sehingga menimbulkan suara yang merdu dan bukan bunyi yang fals yang memuakan.
Konflik yang ada dalam pergaulan sosial dan kehidupan
keluarga bagaikan garam yang menjadikan masakan lezat dalam kadarnya yang
proporsional dan merupakan garam bagi bahtera rumah tangga yang membantu
pelayaran kapal mengarungi samudra menuju cita-cita keluarga yang bahagia.
Konflik tidak selalu negatif dan yang membuat konflik berdampak negatif adalah
cara menyikapi dan memahaminya.
Menejemen konflik ini di maksudkan untuk menjadikan
variabel konflik menjadi kontrol dan bahan evaluasi, mencari cara untuk menekan
ketegangan, meredam letupan maupun ledakan dan menghindari sebab-sebab
pemicunya, mengatasi konflik yang timbul dengan memprioritaskan keutuhan dan
persatuan demi maslahat dan kebaikan yang lebih luas dan panjang serta
mengingat kebaikan yang ada ( QS. Al-Bakarah : 237 )
وَانَّ طَلَقْتُمُوْ هُنٌ مٍنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُوْ هُنْ
وَقَدْ فَرَ ضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةٌ فَنِسْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلاَّ
اَيَعْفُوْنَ اَوْيَعْفُوْااِّلذِى بِيَدِهِ عُقْدَةُالنِكَا حِ وَاَنْ
تَعْفُوْااَقْرَبُلِلتَقْوَى وَلاَ تَنْسَوُاالفَضْلَبَيْنَكُمْ اِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرُ
{237}
Artinya : Jika kamu menceraikan
istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu
sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu
tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memegang ikatan nikah dan pemaaf
kamu itu lebih dekat pada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha
melihat segala apa yang kamu kerjakan.[2]
Di samping itu
berusaha membangun sistem dan budaya komunikasi keluarga yang baik, lancar dan
terbuka agar hubungan selalu harmonis.
Konflik dalam keluarga yang
hampir menjadi perbincangan sehari-hari sebenarnya dapat di hindari paling
tidak dapat di minimalisasi, bisa setelah perkawinan masing- masing pasangan
menjaga komitmen untuk selalu menjadikan perlakuan baik, sopan santun dan etika
pergaulan dengan pasangan hidup menjadi perhatian utamasebagaimana mencurahkan
perhatian kepada kawan baru.
Sebab bila pengantin muda mencurahkan perhatianya sama
banyak kepada pasanganya sebagaimana kepada kawan baru maka niscaya pasangan
akan berhenti mengecam dan mencari kesalahan. Bukankah suami istri itu sudah
menjadi satu melebihi saudara. Disana terdapat hak dan kewajiban ukhuwah.
Samuel Vauclain direktur Baldwin Locomotive Work
bertutur: “Anda bisa mendapatkan apa saja dari setiap orang asal Anda
menghormati orang lain, dan menunjukan bahwa Anda menghargai kecakapan-
kecakapannya.” Shakespeare: “bersihkanlah seolah-olah anda sudah mempunyai
sikap baik itu, meskipun anda belum mempunyainya.” (QS. An-Nisa :19,
QS.Al-Hujarat:10-12)
Hilangnya etika pergaulan suami-istri dan sopan santun
merupakan bibit kanker yang menggerogoti benih-benih rasa cinta dan simpati.
Semua orang mengatakan hal ini, namun aneh sekali bahwa kita ini lebih sopan
terhadap orang lain dari pada terhadap anggota keluarga sendiri.
Bahkan ironisnya justru anggota keluarga kita sendiri
yang paling dekat dan kita sayangi, kita berani dan sering menghina serta
menyakitinya dengan mengecam kesalahan- kesalahan kecil mereka. Memang aneh
tapi nyata bahwa sesungguhnya orang-orang yang palin kita hina dan sakiti hatinya
biasanya adalah orang-orang terdekat yang tinggal serumah dengan kita. Sebab
seperti kata psikolog Prof. Henry James bahwa kita ini semua buta dan tidak
peka terhadap perasaan- perasaan orang lain.
Sopan santun dan etika pergaulan keluarga dalam menejemen
konflik keluarga adalah sangat vital sama pentingnya dengan minyak dalam mobil.
Namun begitu banyak orang yang di benaknya sama sekali tidak punya pikiran
untuk melemparkan hinaan dan hal-hal yang menyakitkan kepada rekan kerja atau
pelanggan, tetapi dengan seenaknya membentak-bentak pasangan hidupnya.
Padahal bagi kebahagiaan sendiri tentunya perkawinan
adalah jauh lebih penting dan berarti daripada usaha ataupun karir kerjanya.
Dan sulit di pahami mengapa seseorang tidak berusaha sama kerasnya mensukseskan
perkawinannya,seperti ia berusaha mensukseskan usaha, karir dan perjuangan
moral-sosialnya.
Kita juga tidak habis pikir dan sulit memahami sikap para
pasangan yang kurang diplomatis dalam komunikasi, apalagi bahwa perlakuan yang sopan dan manis sebenarnya jauh lebih
murah dan menguntungkan dari pada sebaliknya, yakni kasar dan kurang sopan.
Setiap orang tahu bahwa seseorang yang puas dan gembira
akan bersedia melaksanakan apa saja dan mengalah dalam banyak hal. Demikian
pula beberapa pujian dan penghargaan yang sederhana sudah cukup efektif meredam
pemicu konflik serta mendorong untuk memberikan pelayanan dan perhatian balik
yang sangat besar dengan biaya yang hemat.
Selanjutnya setiap pasangan juga tahu bahwa ciuman dengan
penuh kasih di mata pasanganya akan menutupinya untuk melihat kekuarngan-kekuranganya,
dan bahwa ciuman yang mesra di bibirnya akan membuat kata-katanya yang tajam
dan pahit menjadi manis seperti madu.
Pantaslah psikologi kondang Alfred Adler pernah
mengatakan dalam bukunya Arti hidup ini bagi anda: “Siapa yang tak ada
perhatian kepada sesamanya, tidak saja akan mengalami banyak sekali masalah
dalam hidupnya sendiri, akan tetapi juga akan mendatangkan masalah bagi
lingkunganya. Mereka itulah orang-orang yang gagal didunia ini”. Hal ini sesuai
dengan Hadits Nabi SAW artinya : “Barang siapa yang tidak mempedulikan
saudaranya sesama muslim, maka ia bukan umatku”. Artinya orang yang egois akan
berpotensi masalah dengan membentangkan jarak dan memicu konflik horisontal.
Ajaran islam sangat mengecam konflik liar tanpa kendali yang mengakibatkan
perpecahan”. (QS.AL-An’am:159). Nabi SAW selalu menyerukan kepada kehidupan
berjamaah dan persatuan, mengecam sikap konfrontaif, disentegratif, perpecahan,
serta mengajak ukhuwah dan mahabbah. Rasululloh SAW bersabda, yang artinya:
“tangan Allah bersama jama’ah”. “ seorang muslim adlah saudara bagi muslim
lainnya.barang siapa yang membantu keperluan saudaranya maka Allah akan
membantu keperluannya”. “ tidaklah beriman salah seorang diantara kalian
sehingga ia menciantai saudaranya sebagaimana ia menciantai dirinya sendiri”. “
tidak boleh seorang muslim menghindari saudaranya diatas tiga hari, keduanya
bertemu kemudian saling menghindar , orang yang paling baik diantara keduanya
adalah orang yang memulai salam”.
“pintu-pintu surga
dibuka pada hari senin dan kamis, kemudian diberi ampunan kepada setiap
hamba yang tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu apapun, kecuali seseoarang yang bermusuhan; lalu dikatakan
(kepada malaikat): tangguhkanlah kedua orang ini sehingga keduanya akur,
tangguhkanlah kedua orang ini sehingga keduanya akur, tangguhkanlah kedua orang
ini sehingga keduanya akur”, “ tiga orang shalatnya tidak akan terangkat
walaupun sejengkal datas kepalanya: orang yang mengimani suatu kaum tettapi
kaum itu belum datang tetapi kaum itu membencinya, wanita yang dibenci oleh
suamianya dan dua saudara yang saling bermusuhan”.
Allah memang telah
menciptakan manusia beraneka ragam kecenderungan, watak dan pembaaannya. Setiap
orang mempunyai kepribadian, pemikiran dan tabiat sendiri. Hal ni terlihat dari
penampilan lahiriah dan sikap mentalnya. Namun perbedaan ini hanyalah merupakan
perbedaan yang bersifat variatif dan bukan perbedaan paradoksal yang
bertentangan dan konfrontatif, melainkan ia merupakan kekayaan. Sebagaimana
Allah menciptakan beranekaragam tanaman dan buahnya walaupun disiram dentgan
air yang sama. Tabiat alam adalah memiliki beraneka bentuk, iklim dan warna.
Namun perbedaan itu hanyalah sebagai perbedaan variatif saja dan tidak
menimbulkan pertentangan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
konflik yang dikelola secara positif dan menjadi ekuatan dinamis, kontruktif,
evaluatif checkand balance, dan kontrol merupakan keniscayaan sebagai rahmat
nabi SAW tekankan sisi positifnya.
Rumah tangga yang bahagia
merupakan impian setiap manusia. Kadar kebahagiannn tersebut sangat dipengaruhi
berbagai faktor diantaranya:
1.
Berhubungan dengan masalah
kepribadian, kondisi perasaan dan hubungan timbal balik antara individu dalam
keluarga.
2.
Meliputi hal-hal yang berkaitan
dengan masalah ekonomi dan manajemen keluarga.
3.
Berkaiatan dengan
pemikiran-pemikiran umum untuk mencemerlangkan kehidupan rumah tangga. Terutama
dalam usaha mencapai idealisme luhur dan mewujudkan akhlak dan agama yang
luhur.
4.
Berhubungan dengan masalah
sosial , hubungan eksternal keluarga. Serta yang bersifat pemanfaatan waktu
senggang atau liburan.
Dr. Zakaria Ibrahim
mengkonfirmasikan bahwa kehidupan suami istri harus diisi dengan rasa
kebersamaan, saling mengisi merasa senasib sepenanggungan . suami istri
hendaklah bersama-sama bersumpah untuk saling setia. Masing-masing harus merasa
sebagian dari yang lain. Ketuluasandalam berhubungan amat diperlukan. Perasaan,
emosi, pemikiran dan tujuan kehidupan harus merupakan satu kesatuan yang
utuh.
B.
Membangun Ketahanan Keluarga
Pernikahan yang
menjadi pintu gerbang dalam pembangunan keluarga merupakan suatu yang sangatlah
penting. Kalimat dalam akad nikah terasa sangatlah ringan naum, makana tanggung
jawab dibalik itu sebenarnya memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang sangatlah
berat, inilah yang kadang kala tidak disadari orang yang melakukan pernikahan,
bahkan bisa jadi mendapatkan suami atu istri merupakan target utamanya dalam
pernikahan, oleh karena itu terwujdnya ketahanan keluarga menjadi sesuatu yang
amat penting agar perjalanan keluarga bisa berlangsung sebagaimana yang
diimpikan. Dalam kaitannya dengan ini ada lima aspek ketahanan keluarga yang
harus dimiiliki yaitu:
1. Memiliki kemandirian
nilai
Kelurga muslim
berarti memiliki nilai-nilai islam yang menjadi landasan keluarga dan arah
kehidupannya.
2. Memiliki kemandirian
ekonomi
Setiap manusia
membutuhkan makan, minum, berpakaian dan tempat tinggal hingga pengembangan
diri. Untuk memenuhi semua itu dibutuhkan pendanaan dalam jumlah yang cukup
yang didapatkan dengan cara yang halal pula. Dalam kontek ini kepala keluarga
harus memiliki kemampuan etos kerjadan kemampuan berusaha dengan cara yang
halal bukan menghalalkan segala cara agar martabat keluarganya bisa
dipertahankan. Memcari nafkah yang halal merupakan sesuatu yang sangat mulia
yang harus dilakukan seorang muslim, sesudah itu digunakan untuk kebutuhan dan
kebaikan sebaik mungkin.
3. Tahan menghadapi
goncangan keluarga
Kehidupan keluarga
tidak lepas dari berbagai goncangan keluarga yang bisa membahayakan
keharmonisan keluarga. Kunci utama untuk memperkokoh ketahanan keluarga dalam
situasi seprti ini adalah konsolidasi suami istri. Ketika ada sesuatu yang
kurang menyenangkan maka seseorang harus berfikir dan belajar untuk tetap
berinteraksi secara baik.
4. Keuletan dan ketangguhan
dalam memainkan peran sosial
Keshalehan seorang
muslim tidak bersifatpribadi dalam arti ia enjadi baik hanya untuk kepentingan
diri dan mkeluarganya. Tetapi harus ditunjukkan dalam bentuk keshalehan sosial.
5. Mampu menyelesaikan
problema yang dihadapi
Dalam menghadapi
problema hidup sangat penting untuk insan keluarga untuk mengokohkan ketakwaan
kepada Allah SWT sebab dalam kamus kehidupan orang bertakwa tidak ada istilah
jalan buntu dalam arti persoalan tidak bisa dipecahkan.[3]
C.
Jauhi Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Penyebab kekerasan
dalam rumah tangga yaitu sikap nusyuz suami istri. Dua upaya pencegahan
kekerasan dalam rumah tangga, yaitu agar suami sebagai qawwam mampu melihat
sisi baik pasangan, menasehati dan memperingatkan nusyuz istri dengan penuh kasih
sayang. Upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga lainnya adalah sebagai
berikut:
1.
Beri kewajiban nafkah terbaik
Harus diakui bahwa kewajiban nafkah memang
berasal dari suami. Laki-laki itu sebagai pelindung bagi perempuan karena Allah
telah memberikan kelebihan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan) dan karena mereka telah memberikan nafkah dan hartanya. (QS.
An-Nisa 2:34), namun ini tidak serta merta suami dapat semena-mena kepada istri.
Seyogianya, suami yang bertakwa justru selalu
berusaha mencukupi sekuat tenaga ekonomi keluarga, meliputi istri dan anak.
Berusaha mencukupi pemberian sandang pangan dan papan yang terbaik yang dia
mampu usahakan. Jangan sampai tega menyalurkan dana tanpa ada musyawarah,
suka-suka sendiri mengatur keuangan, dengan maksud kikir, hitungan pada istri
sendiri.
2.
Berkomunikasi
Setelah menikah kecenderungan berkomunikasi
straight tothe point (langsung) tak jarang yang terbentuk adalah kalimat
perintah, berita atau sekedar basa basi. Ini merupakan atmosfer yang tidak
sehat yang mengarah pada kekerasan verbal dan nonverbal.
Wujud komunikasi yang terbaik secara nooverbal
ungkapanbelaian cinta, kasih sayang, penuh perhatian, sikap lembut yang
dibumbui dengan kata-kata verbal langsung penuh keikhlasan. Jangan heran jika
banyak rumah tangga yang terasa hambar karena jarang dan irit kmunikasi.
Komunikasi yang sehat dibangun berlandaskan kejujuran mengingatkan sebatas amar
ma’ruf nahi mungkar. Selebihnya tawkal danmenyerahkan diri pada Allah SWT
sebgai penggegaman hati makhluknya.
D.
Pernikahan Landasan Keluarga Sakinah
Keluarga sebagai basis inti
masyarakat, adalah wanita yang paling tepat untuk memberdayakan manusia
dan mencekal berbagai bentuk frustasi
sosial ini adalah hal yang paling aksiomatis dan universal. Rekomendasi
hubungan anatar generasi yang kurang harmonis serta perhatian yang lebih besar
terhadap maslah remaja. Berbagai ekspresi ketidakseimbangan sosial yang kita
lihat menggambarkan kebutuhan yang sangat mendesak terhadap situasi yang lebih
kondusif sesuai fitrah manusia.situasi yang membuat semua orang mampu
menghadapi berbagai problema sosial hanyalah keluarga.
Keluarga
sebagai basis inti masyarakat adlah wahana yang paling tepat untuk
memberdayakan manusia dan mencekal berbagai frustasi sosial. Dalam membangun
keluarga haruslah dilandaskan pada pernikahan, islam tidak semata-mata
beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan
keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata-mata sarana yang terhormat untuk
mendapatkan anak yang sholeh, untuk mengekang penglihatan, memelihara faraj.
Akan tetapi lebih dari itu islam memandang pernikahan sebagai salah satu jalan
untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap
kaum muslimin dan eksistensi umat islam.
Menegakkan keluarga sakinah
sebagai salah satu fungsi keluarga. Kesakinahan merupakan kebutuhan setiap
manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti keluarga yang terbentuk dari
sepasang suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian
menerapkan nilai-nilai islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta
mendidik anak dalam suasana mawadah warohmah.
Faktor-faktor
pembentukan keluarga sakinah yaitu dimulai dari pranikah, pernikahan dan
keluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu dipahani antara lain
memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami dan begitu
sebaliknya. Penanganan awalad (pendidikan
anak ) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu sehingga tidak menimbulkan
kebingungan tergadap anak.
E.
Problema Ibu Bekerja
Bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarga memeng hal yang asangat mulia, tetapi tetap harus diingat
bahwa tugas utama sorang ibuadalah mengatur rumah tangga. Tak mudah menemukan
titik keseimbangan bagi ibu yang bekerja diluar rumah. Ketika kita memilih
peran ibu bekerja seharusnya tak ada merasa ragu bahkan menyesal meninggalkan
anak. Saat memilih tentu telah sadar menerima tugas dan harus berperan total
kuncinya dalah pengelolaan yang baik serta kesempatan untuk selalu melakukan
refleksi diri dan evauasi.
Jika
ibu memilih bekerja harus tahu bagaimana bersikap bijakasana terhadap anak dan
masalah yang dihadapinya, kadang-kadang hanya karena yang kurang mendukng
sewaktu anak masih kecil akan mengakibatkan dampak yang negatif terhadap
perkembangan kepribadian anak yang selanjutnya.[4]
Sedangkan ibu yang bekerja
didalam rumahpun tetap harus mampu mengatur waktu dengan bijaksana. Tetapi
tugas itu tentunya bukan hanya tugas ibu saja tetapi ayah juga harus menolong
ibu untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga sehingga keutuhan dan keharmonisan
rumah tanggapun akan tetap terjaga dengan baik. Sekali lagi karena urusan rumah
dan anak bukanlah tugas anda sendiri libatkanlah pasangan dalam setiap
persoalan rumah tangga. Senantiasa diskusikan dengan pasangan pembagian tugas
dan peran masing-masing.
F.
Ketentraman Dengan Fitrah
Keberagaman
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلْدِّيْنِ حَنِفًا
فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِى فَطَرَانْاسَ عَلَوْهَا لاَتَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الَّدِيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ
اَكْثَرَ النَاسِ لاَيَعْلَمُوْنَ {30}
“Maka
dihadapkan wajahmu dengan lurus kepada agama (yang benar) fitrah Allah yang
telah menciptakannya manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah, itulah agama yang lurus, kebayakan agama tidak mengetahuinya.” (QS.30/30)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa
manusia dicipatakan dengan membaw fitrah atau potensi keagamaan yanng hanif,
yang benar, yang tidak bisa menghindar meskipun boleh jadi ia mengabaikan atau
tidak mengakuinya. Dalam Al Qur’an manusia disebut sebagai makhlu yang memiliki
dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah (abdullah) dan sebagai wakil Allah
(khalifatullah). Sebagai hamba, manusia memiliki karakteristik lemah, setiap
yang lemah memrlukan perlindumgan kepada yang lebih besar. Oleh karena itu
ketika manusia sebagai makhluk yang kecil dan lemah berada dalam posisi
terancam, terpojok dan tidak ada jalan keluar, maka didalam dirinya muncul
pengharapan akan datangnya yang Maha Kuat, Yang Maha Besar, yang diharapikkan
dapat membantunya keluar dari situasi ketidakberdayaanya.
Sebagai
khalifatullah manusia terdorong untuk menegur orang lain yang dipandangnya
melakukan kesalahan, menolong orang lain yang lemah dan bahkan dalam puncak
keadaan, demi menegakkan sistem keadilan dalam hidup, manusia terdorong untuk
menghukum pelaku kejahatan agar jera, dan bahkan hingga menghukum dengan
hukuman mati.
Fitrah
tauhid yaitu kecenderungan mencari tuhan yang Esa. Agama yang Esa
Hidayah Tuhan diberikan kepada manusia dalam
empat tingkatan yaitu:
a.
Hidayah instink, dengan hidayah
ini manusia diberi tahu dengan haus ketika tubuhnya kekurangan air, diberikan
lapar ketika tubuhnya memerlukan makanan dan diberikan kantuk ketika tubuhnya
memerluka istirahat.
b.
Hidayah indera, dengan panca
indra manusia diberi tahu tentang rasa yang berbeda-beda, suara yang
berbeda-beda, wujud yang berbeda-beda. Kedua hidayah ini yaitu hidayah instink
dan hidayah indera adalah hidayah basyariyah yang juga diberikan kepada hewan.
c.
Hidayah akal, dengan akal
maksudnya akal disini adalah akal sebagai kesatuan sistem yang bisa berfikir
dan merasa, manusia diberikan kemampuan untuk berfikir untuk memecahkan
masalah. Untuk membedakan nilai yang baik dan buruk juga untuk berimajinasi.
d.
Hidayah wahyu, merupakan
hidayah yang tertinggi yang kebenarannya tidak diragukan, akan tetapi untuk
bisa memahami kebenaran wahyu disamping dituntut adanya kejujuran dan
konsistensi berfikir dan tafakkur juga ada faktor kehendak tuhan.[5]
G. Kesimpulan
Hubungan sosial dan
dinamika keluarga merupakan suatu keniscayaan fitrah bagi umat manusia.
Hubungan dan dinamika ini tidak terlepas dari suasana harmoni maupun disharmoni
yang semuanya itu bertolak dari pengelolaan konflik dan sumber-sumbernya secara
baik sehingga apapun ada yang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan
menjadi sebuah potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya. Pada
hakekatnya semua problema harus dihadapi dengan ketawakalan kepada Allah.
Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan musibah atau masalah diluar jangkauan
manusia tinggal bagaimana kita akan menghadapi mesalah tersebut. Urusan rumah
dan anak bukanlah tugas anda sendiri libatkanlah pasangan dalam setiap
persoalan rumah tangga. Senantiasa diskusikan dengan pasangan pembagian tugas
dan peran masing-masing.
[1] Badan penesehatan
pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. Mengelola konflik
keluarga. 2010. Hal. 3.
[3] Badan penesehatan
pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. perkawinan dan keluarga:
membangun ketahanan keluarga. 2011. Hal. 11.
[4] Badan penesehatan
pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. perkawinan dan keluarga.
2011. Hal. 17.
[5] Badan penesehatan
pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. Mengelola konflik
keluarga. 2010. Hal. 59.
keluarga adalah tempat kita bersandar dari semua hal yang mendera kita
ReplyDelete