Laman

Saturday 2 June 2012

MENDIDIK KELUARGA UNTUK MEMBINA KELUARGA SAKINAH


MENDIDIK KELUARGA UNTUK MEMBINA KELUARGA SAKINAH

PEMBAHASAN

A.    Mengelola Konflik Keluarga Menjadi Daya Rekat
Hubungan sosial dan dinamika keluarga merupakan suatu keniscayaan fitrah bagi umat manusia. Hubungan dan dinamika ini tidak terlepas dari susana harmoni maupun disharmoni yang semuanya itu bertolak dari pengelolaan konflik dan sumber-sumbernya secara baik sehingga apapun adayang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan menjadi sebuah potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya.[1]
Seni pergaulan inilah sebenarnya substansi ajaran Nabi bahwa berjamaah, berkumpul, bersatu dan bermasyarakatitu dengan di landasi kesabaran dalam arti luaslebih disukai dari pada kepribadian kuper yang isolatif apalagi anti sosial. Seni pergaulan untuk mengatasi berbagai perbedaan, perselisihan, kontradiksi, pluralitas, heterogenitas, dan berbagai variabel ketegangan hubungan membutuhkan menejemen konflik yang baikbagaikan sebuah sajianorkestra yang membutuhkan gerakan dan permainan bunyi yang harmonis dari berbagai instrumen yang kontradiktif sehingga menimbulkan suara yang merdu dan bukan bunyi yang fals yang memuakan.
            Konflik yang ada dalam pergaulan sosial dan kehidupan keluarga bagaikan garam yang menjadikan masakan lezat dalam kadarnya yang proporsional dan merupakan garam bagi bahtera rumah tangga yang membantu pelayaran kapal mengarungi samudra menuju cita-cita keluarga yang bahagia. Konflik tidak selalu negatif dan yang membuat konflik berdampak negatif adalah cara menyikapi dan memahaminya.
            Menejemen konflik ini di maksudkan untuk menjadikan variabel konflik menjadi kontrol dan bahan evaluasi, mencari cara untuk menekan ketegangan, meredam letupan maupun ledakan dan menghindari sebab-sebab pemicunya, mengatasi konflik yang timbul dengan memprioritaskan keutuhan dan persatuan demi maslahat dan kebaikan yang lebih luas dan panjang serta mengingat kebaikan yang ada ( QS. Al-Bakarah : 237 )

وَانَّ طَلَقْتُمُوْ هُنٌ مٍنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُوْ هُنْ وَقَدْ فَرَ ضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةٌ فَنِسْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلاَّ اَيَعْفُوْنَ اَوْيَعْفُوْااِّلذِى بِيَدِهِ عُقْدَةُالنِكَا حِ وَاَنْ تَعْفُوْااَقْرَبُلِلتَقْوَى  وَلاَ تَنْسَوُاالفَضْلَبَيْنَكُمْ  اِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرُ {237}

Artinya : Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memegang ikatan nikah dan pemaaf kamu itu lebih dekat pada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan  di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha melihat segala apa yang kamu kerjakan.[2]
Di samping itu berusaha membangun sistem dan budaya komunikasi keluarga yang baik, lancar dan terbuka agar hubungan selalu harmonis.
Konflik dalam keluarga yang hampir menjadi perbincangan sehari-hari sebenarnya dapat di hindari paling tidak dapat di minimalisasi, bisa setelah perkawinan masing- masing pasangan menjaga komitmen untuk selalu menjadikan perlakuan baik, sopan santun dan etika pergaulan dengan pasangan hidup menjadi perhatian utamasebagaimana mencurahkan perhatian kepada kawan baru.
            Sebab bila pengantin muda mencurahkan perhatianya sama banyak kepada pasanganya sebagaimana kepada kawan baru maka niscaya pasangan akan berhenti mengecam dan mencari kesalahan. Bukankah suami istri itu sudah menjadi satu melebihi saudara. Disana terdapat hak dan kewajiban ukhuwah.
            Samuel Vauclain direktur Baldwin Locomotive Work bertutur: “Anda bisa mendapatkan apa saja dari setiap orang asal Anda menghormati orang lain, dan menunjukan bahwa Anda menghargai kecakapan- kecakapannya.” Shakespeare: “bersihkanlah seolah-olah anda sudah mempunyai sikap baik itu, meskipun anda belum mempunyainya.” (QS. An-Nisa :19, QS.Al-Hujarat:10-12)
            Hilangnya etika pergaulan suami-istri dan sopan santun merupakan bibit kanker yang menggerogoti benih-benih rasa cinta dan simpati. Semua orang mengatakan hal ini, namun aneh sekali bahwa kita ini lebih sopan terhadap orang lain dari pada terhadap anggota keluarga sendiri.
            Bahkan ironisnya justru anggota keluarga kita sendiri yang paling dekat dan kita sayangi, kita berani dan sering menghina serta menyakitinya dengan mengecam kesalahan- kesalahan kecil mereka. Memang aneh tapi nyata bahwa sesungguhnya orang-orang yang palin kita hina dan sakiti hatinya biasanya adalah orang-orang terdekat yang tinggal serumah dengan kita. Sebab seperti kata psikolog Prof. Henry James bahwa kita ini semua buta dan tidak peka terhadap perasaan- perasaan orang lain.
            Sopan santun dan etika pergaulan keluarga dalam menejemen konflik keluarga adalah sangat vital sama pentingnya dengan minyak dalam mobil. Namun begitu banyak orang yang di benaknya sama sekali tidak punya pikiran untuk melemparkan hinaan dan hal-hal yang menyakitkan kepada rekan kerja atau pelanggan, tetapi dengan seenaknya membentak-bentak pasangan hidupnya.
            Padahal bagi kebahagiaan sendiri tentunya perkawinan adalah jauh lebih penting dan berarti daripada usaha ataupun karir kerjanya. Dan sulit di pahami mengapa seseorang tidak berusaha sama kerasnya mensukseskan perkawinannya,seperti ia berusaha mensukseskan usaha, karir dan perjuangan moral-sosialnya.
            Kita juga tidak habis pikir dan sulit memahami sikap para pasangan yang kurang diplomatis dalam komunikasi, apalagi bahwa perlakuan  yang sopan dan manis sebenarnya jauh lebih murah dan menguntungkan dari pada sebaliknya, yakni kasar dan kurang sopan.
            Setiap orang tahu bahwa seseorang yang puas dan gembira akan bersedia melaksanakan apa saja dan mengalah dalam banyak hal. Demikian pula beberapa pujian dan penghargaan yang sederhana sudah cukup efektif meredam pemicu konflik serta mendorong untuk memberikan pelayanan dan perhatian balik yang sangat besar dengan biaya yang hemat.
            Selanjutnya setiap pasangan juga tahu bahwa ciuman dengan penuh kasih di mata pasanganya akan menutupinya untuk melihat kekuarngan-kekuranganya, dan bahwa ciuman yang mesra di bibirnya akan membuat kata-katanya yang tajam dan pahit menjadi manis seperti madu.
            Pantaslah psikologi kondang Alfred Adler pernah mengatakan dalam bukunya Arti hidup ini bagi anda: “Siapa yang tak ada perhatian kepada sesamanya, tidak saja akan mengalami banyak sekali masalah dalam hidupnya sendiri, akan tetapi juga akan mendatangkan masalah bagi lingkunganya. Mereka itulah orang-orang yang gagal didunia ini”. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi SAW artinya : “Barang siapa yang tidak mempedulikan saudaranya sesama muslim, maka ia bukan umatku”. Artinya orang yang egois akan berpotensi masalah dengan membentangkan jarak dan memicu konflik horisontal. Ajaran islam sangat mengecam konflik liar tanpa kendali yang mengakibatkan perpecahan”. (QS.AL-An’am:159). Nabi SAW selalu menyerukan kepada kehidupan berjamaah dan persatuan, mengecam sikap konfrontaif, disentegratif, perpecahan, serta mengajak ukhuwah dan mahabbah. Rasululloh SAW bersabda, yang artinya: “tangan Allah bersama jama’ah”. “ seorang muslim adlah saudara bagi muslim lainnya.barang siapa yang membantu keperluan saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya”. “ tidaklah beriman salah seorang diantara kalian sehingga ia menciantai saudaranya sebagaimana ia menciantai dirinya sendiri”. “ tidak boleh seorang muslim menghindari saudaranya diatas tiga hari, keduanya bertemu kemudian saling menghindar , orang yang paling baik diantara keduanya adalah orang yang memulai salam”.
“pintu-pintu surga dibuka pada hari senin dan kamis, kemudian diberi ampunan kepada setiap hamba  yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseoarang yang bermusuhan; lalu dikatakan (kepada malaikat): tangguhkanlah kedua orang ini sehingga keduanya akur, tangguhkanlah kedua orang ini sehingga keduanya akur, tangguhkanlah kedua orang ini sehingga keduanya akur”, “ tiga orang shalatnya tidak akan terangkat walaupun sejengkal datas kepalanya: orang yang mengimani suatu kaum tettapi kaum itu belum datang tetapi kaum itu membencinya, wanita yang dibenci oleh suamianya dan dua saudara yang saling bermusuhan”.
Allah memang telah menciptakan manusia beraneka ragam kecenderungan, watak dan pembaaannya. Setiap orang mempunyai kepribadian, pemikiran dan tabiat sendiri. Hal ni terlihat dari penampilan lahiriah dan sikap mentalnya. Namun perbedaan ini hanyalah merupakan perbedaan yang bersifat variatif dan bukan perbedaan paradoksal yang bertentangan dan konfrontatif, melainkan ia merupakan kekayaan. Sebagaimana Allah menciptakan beranekaragam tanaman dan buahnya walaupun disiram dentgan air yang sama. Tabiat alam adalah memiliki beraneka bentuk, iklim dan warna. Namun perbedaan itu hanyalah sebagai perbedaan variatif saja dan tidak menimbulkan pertentangan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, konflik yang dikelola secara positif dan menjadi ekuatan dinamis, kontruktif, evaluatif checkand balance, dan kontrol merupakan keniscayaan sebagai rahmat nabi SAW tekankan sisi positifnya.
Rumah tangga yang bahagia merupakan impian setiap manusia. Kadar kebahagiannn tersebut sangat dipengaruhi berbagai faktor diantaranya:
1.    Berhubungan dengan masalah kepribadian, kondisi perasaan dan hubungan timbal balik antara individu dalam keluarga.
2.    Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan manajemen keluarga.
3.    Berkaiatan dengan pemikiran-pemikiran umum untuk mencemerlangkan kehidupan rumah tangga. Terutama dalam usaha mencapai idealisme luhur dan mewujudkan akhlak dan agama yang luhur.
4.    Berhubungan dengan masalah sosial , hubungan eksternal keluarga. Serta yang bersifat pemanfaatan waktu senggang atau liburan.
Dr. Zakaria Ibrahim mengkonfirmasikan bahwa kehidupan suami istri harus diisi dengan rasa kebersamaan, saling mengisi merasa senasib sepenanggungan . suami istri hendaklah bersama-sama bersumpah untuk saling setia. Masing-masing harus merasa sebagian dari yang lain. Ketuluasandalam berhubungan amat diperlukan. Perasaan, emosi, pemikiran dan tujuan kehidupan harus merupakan satu kesatuan yang utuh. 
B.       Membangun Ketahanan Keluarga
Pernikahan yang menjadi pintu gerbang dalam pembangunan keluarga merupakan suatu yang sangatlah penting. Kalimat dalam akad nikah terasa sangatlah ringan naum, makana tanggung jawab dibalik itu sebenarnya memiliki konsekuensi dan tanggung jawab yang sangatlah berat, inilah yang kadang kala tidak disadari orang yang melakukan pernikahan, bahkan bisa jadi mendapatkan suami atu istri merupakan target utamanya dalam pernikahan, oleh karena itu terwujdnya ketahanan keluarga menjadi sesuatu yang amat penting agar perjalanan keluarga bisa berlangsung sebagaimana yang diimpikan. Dalam kaitannya dengan ini ada lima aspek ketahanan keluarga yang harus dimiiliki yaitu:
1.      Memiliki kemandirian nilai
Kelurga muslim berarti memiliki nilai-nilai islam yang menjadi landasan keluarga dan arah kehidupannya.
2.      Memiliki kemandirian ekonomi
Setiap manusia membutuhkan makan, minum, berpakaian dan tempat tinggal hingga pengembangan diri. Untuk memenuhi semua itu dibutuhkan pendanaan dalam jumlah yang cukup yang didapatkan dengan cara yang halal pula. Dalam kontek ini kepala keluarga harus memiliki kemampuan etos kerjadan kemampuan berusaha dengan cara yang halal bukan menghalalkan segala cara agar martabat keluarganya bisa dipertahankan. Memcari nafkah yang halal merupakan sesuatu yang sangat mulia yang harus dilakukan seorang muslim, sesudah itu digunakan untuk kebutuhan dan kebaikan sebaik mungkin.
3.      Tahan menghadapi goncangan keluarga
Kehidupan keluarga tidak lepas dari berbagai goncangan keluarga yang bisa membahayakan keharmonisan keluarga. Kunci utama untuk memperkokoh ketahanan keluarga dalam situasi seprti ini adalah konsolidasi suami istri. Ketika ada sesuatu yang kurang menyenangkan maka seseorang harus berfikir dan belajar untuk tetap berinteraksi secara baik.
4.      Keuletan dan ketangguhan dalam memainkan peran sosial
Keshalehan seorang muslim tidak bersifatpribadi dalam arti ia enjadi baik hanya untuk kepentingan diri dan mkeluarganya. Tetapi harus ditunjukkan dalam bentuk keshalehan sosial.
5.      Mampu menyelesaikan problema yang dihadapi
Dalam menghadapi problema hidup sangat penting untuk insan keluarga untuk mengokohkan ketakwaan kepada Allah SWT sebab dalam kamus kehidupan orang bertakwa tidak ada istilah jalan buntu dalam arti persoalan tidak bisa dipecahkan.[3]
C.     Jauhi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Penyebab kekerasan dalam rumah tangga yaitu sikap nusyuz suami istri. Dua upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, yaitu agar suami sebagai qawwam mampu melihat sisi baik pasangan, menasehati dan memperingatkan nusyuz istri dengan penuh kasih sayang. Upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga lainnya adalah sebagai berikut:
1.      Beri kewajiban nafkah terbaik
Harus diakui bahwa kewajiban nafkah memang berasal dari suami. Laki-laki itu sebagai pelindung bagi perempuan karena Allah telah memberikan kelebihan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka telah memberikan nafkah dan hartanya. (QS. An-Nisa 2:34), namun ini tidak serta merta suami dapat semena-mena kepada istri.
Seyogianya, suami yang bertakwa justru selalu berusaha mencukupi sekuat tenaga ekonomi keluarga, meliputi istri dan anak. Berusaha mencukupi pemberian sandang pangan dan papan yang terbaik yang dia mampu usahakan. Jangan sampai tega menyalurkan dana tanpa ada musyawarah, suka-suka sendiri mengatur keuangan, dengan maksud kikir, hitungan pada istri sendiri.
2.      Berkomunikasi
Setelah menikah kecenderungan berkomunikasi straight tothe point (langsung) tak jarang yang terbentuk adalah kalimat perintah, berita atau sekedar basa basi. Ini merupakan atmosfer yang tidak sehat yang mengarah pada kekerasan verbal dan nonverbal.
Wujud komunikasi yang terbaik secara nooverbal ungkapanbelaian cinta, kasih sayang, penuh perhatian, sikap lembut yang dibumbui dengan kata-kata verbal langsung penuh keikhlasan. Jangan heran jika banyak rumah tangga yang terasa hambar karena jarang dan irit kmunikasi. Komunikasi yang sehat dibangun berlandaskan kejujuran mengingatkan sebatas amar ma’ruf nahi mungkar. Selebihnya tawkal danmenyerahkan diri pada Allah SWT sebgai penggegaman hati makhluknya.
D.     Pernikahan Landasan Keluarga Sakinah
Keluarga sebagai basis inti masyarakat, adalah wanita yang paling tepat untuk memberdayakan manusia dan  mencekal berbagai bentuk frustasi sosial ini adalah hal yang paling aksiomatis dan universal. Rekomendasi hubungan anatar generasi yang kurang harmonis serta perhatian yang lebih besar terhadap maslah remaja. Berbagai ekspresi ketidakseimbangan sosial yang kita lihat menggambarkan kebutuhan yang sangat mendesak terhadap situasi yang lebih kondusif sesuai fitrah manusia.situasi yang membuat semua orang mampu menghadapi berbagai problema sosial hanyalah keluarga.
      Keluarga sebagai basis inti masyarakat adlah wahana yang paling tepat untuk memberdayakan manusia dan mencekal berbagai frustasi sosial. Dalam membangun keluarga haruslah dilandaskan pada pernikahan, islam tidak semata-mata beranggapan bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan keluarga, bahwa pernikahan bukanlah semata-mata sarana yang terhormat untuk mendapatkan anak yang sholeh, untuk mengekang penglihatan, memelihara faraj. Akan tetapi lebih dari itu islam memandang pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat islam.
Menegakkan keluarga sakinah sebagai salah satu fungsi keluarga. Kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah yang berarti keluarga yang terbentuk dari sepasang suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawadah warohmah.
      Faktor-faktor pembentukan keluarga sakinah yaitu dimulai dari pranikah, pernikahan dan keluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu dipahani antara lain memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami dan begitu sebaliknya. Penanganan awalad  (pendidikan anak ) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu sehingga tidak menimbulkan kebingungan tergadap anak.
E.        Problema Ibu Bekerja
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga memeng hal yang asangat mulia, tetapi tetap harus diingat bahwa tugas utama sorang ibuadalah mengatur rumah tangga. Tak mudah menemukan titik keseimbangan bagi ibu yang bekerja diluar rumah. Ketika kita memilih peran ibu bekerja seharusnya tak ada merasa ragu bahkan menyesal meninggalkan anak. Saat memilih tentu telah sadar menerima tugas dan harus berperan total kuncinya dalah pengelolaan yang baik serta kesempatan untuk selalu melakukan refleksi diri dan evauasi.
      Jika ibu memilih bekerja harus tahu bagaimana bersikap bijakasana terhadap anak dan masalah yang dihadapinya, kadang-kadang hanya karena yang kurang mendukng sewaktu anak masih kecil akan mengakibatkan dampak yang negatif terhadap perkembangan kepribadian anak yang selanjutnya.[4]
Sedangkan ibu yang bekerja didalam rumahpun tetap harus mampu mengatur waktu dengan bijaksana. Tetapi tugas itu tentunya bukan hanya tugas ibu saja tetapi ayah juga harus menolong ibu untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga sehingga keutuhan dan keharmonisan rumah tanggapun akan tetap terjaga dengan baik. Sekali lagi karena urusan rumah dan anak bukanlah tugas anda sendiri libatkanlah pasangan dalam setiap persoalan rumah tangga. Senantiasa diskusikan dengan pasangan pembagian tugas dan peran masing-masing.
F.   Ketentraman Dengan Fitrah Keberagaman

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلْدِّيْنِ حَنِفًا  فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِى فَطَرَانْاسَ عَلَوْهَا  لاَتَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللَّهِ  ذَلِكَ الَّدِيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ اَكْثَرَ النَاسِ لاَيَعْلَمُوْنَ {30}
“Maka dihadapkan wajahmu dengan lurus kepada agama (yang benar) fitrah Allah yang telah menciptakannya manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, kebayakan agama tidak mengetahuinya.” (QS.30/30)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia dicipatakan dengan membaw fitrah atau potensi keagamaan yanng hanif, yang benar, yang tidak bisa menghindar meskipun boleh jadi ia mengabaikan atau tidak mengakuinya. Dalam Al Qur’an manusia disebut sebagai makhlu yang memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah (abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah).  Sebagai hamba,  manusia memiliki karakteristik lemah, setiap yang lemah memrlukan perlindumgan kepada yang lebih besar. Oleh karena itu ketika manusia sebagai makhluk yang kecil dan lemah berada dalam posisi terancam, terpojok dan tidak ada jalan keluar, maka didalam dirinya muncul pengharapan akan datangnya yang Maha Kuat, Yang Maha Besar, yang diharapikkan dapat membantunya keluar dari situasi ketidakberdayaanya.
      Sebagai khalifatullah manusia terdorong untuk menegur orang lain yang dipandangnya melakukan kesalahan, menolong orang lain yang lemah dan bahkan dalam puncak keadaan, demi menegakkan sistem keadilan dalam hidup, manusia terdorong untuk menghukum pelaku kejahatan agar jera, dan bahkan hingga menghukum dengan hukuman mati.
      Fitrah tauhid yaitu kecenderungan mencari tuhan yang Esa. Agama yang Esa
Hidayah Tuhan diberikan kepada manusia dalam empat tingkatan yaitu:
a.       Hidayah instink, dengan hidayah ini manusia diberi tahu dengan haus ketika tubuhnya kekurangan air, diberikan lapar ketika tubuhnya memerlukan makanan dan diberikan kantuk ketika tubuhnya memerluka istirahat.
b.      Hidayah indera, dengan panca indra manusia diberi tahu tentang rasa yang berbeda-beda, suara yang berbeda-beda, wujud yang berbeda-beda. Kedua hidayah ini yaitu hidayah instink dan hidayah indera adalah hidayah basyariyah yang juga diberikan kepada hewan.
c.       Hidayah akal, dengan akal maksudnya akal disini adalah akal sebagai kesatuan sistem yang bisa berfikir dan merasa, manusia diberikan kemampuan untuk berfikir untuk memecahkan masalah. Untuk membedakan nilai yang baik dan buruk juga untuk berimajinasi.
d.      Hidayah wahyu, merupakan hidayah yang tertinggi yang kebenarannya tidak diragukan, akan tetapi untuk bisa memahami kebenaran wahyu disamping dituntut adanya kejujuran dan konsistensi berfikir dan tafakkur juga ada faktor kehendak tuhan.[5]
G.    Kesimpulan
Hubungan sosial dan dinamika keluarga merupakan suatu keniscayaan fitrah bagi umat manusia. Hubungan dan dinamika ini tidak terlepas dari suasana harmoni maupun disharmoni yang semuanya itu bertolak dari pengelolaan konflik dan sumber-sumbernya secara baik sehingga apapun ada yang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan menjadi sebuah potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya. Pada hakekatnya semua problema harus dihadapi dengan ketawakalan kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan musibah atau masalah diluar jangkauan manusia tinggal bagaimana kita akan menghadapi mesalah tersebut. Urusan rumah dan anak bukanlah tugas anda sendiri libatkanlah pasangan dalam setiap persoalan rumah tangga. Senantiasa diskusikan dengan pasangan pembagian tugas dan peran masing-masing.



[1] Badan penesehatan pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. Mengelola konflik keluarga. 2010. Hal. 3.
[2] Al Qur’an dan terjemah
[3] Badan penesehatan pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. perkawinan dan keluarga: membangun ketahanan keluarga. 2011. Hal. 11.
[4] Badan penesehatan pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. perkawinan dan keluarga. 2011. Hal. 17.

[5] Badan penesehatan pembinaan dan pelestarian Perkawinan dan keluarga. Mengelola konflik keluarga. 2010. Hal. 59.

1 comment:

  1. keluarga adalah tempat kita bersandar dari semua hal yang mendera kita

    ReplyDelete